Pertanyaan
Saya pernah berjumpa dengan seseorang yang mengaku ma’rifat. Menurut penjelasan muridnya, bahwa guru mereka sudah tak butuh shalat lagi karena telah manunggaling kawulo gusti.
Jadi yang dikerjakan orang itu sehari-hari hanyalah mu’amalahkepada sesama makhluk, dan perlu diketahui juga bahwa selama saya mendengarkan ceramah guru mereka, tidak ada satu ayat Al-Quran pun yang keluar dari bibirnya. Malah yang ditekankan tentang filosofi Jawa (kejawen), orang tersebut juga pernah berkata bahwa sering jalan-jalan ke akhirat, bisa bercakap-cakap dengan malaikat dan segudang kemampuan ghoib lainnya. Nah pertanyaan saya,
1. Apakah ada dalilnya jika manusia yang telah wushul maka sudah tidak ada kewajiban lagi seperti shalat dll ?
2. Apakah orang tersebut jelas-jelas telah menyimpang, atau sebaliknya ? Mohon penjelasan Bapak Luqman Hakim.
Gandhi Wibisono
Jawaban :
Dalam tradisi tasawuf, semakin seseorang naik derajat ma’rifatnya semakin ketat dan disiplin syariatnya. Sebab semakin mengenal Allah, semakin mengenal rahasia syariat dan agungnya perintah Allah di balik syariat.
Kalau ada yang ma’rifat lalu meninggalkan syariat, pasti keblinger, dan itu bukan sufi juga bukan ajaran Islam, apa pun namanya. Mereka biasanya berpandangan bahwa syariat adalah Jalan menuju Hakikat, kalau sudah sampai hakikat untuk apa bersyariat ? Nah, di sinilah keblingernya. Syariat itu bukan jalan menuju hakikat. Tetapi bersyariat itu adalah menjalankan perintah dari Yang Maha Hakiki, Allah Rabbul ‘Izzah. Jika ia ma’rifat lalu meninggalkan syariat, berarti ia tidak ma’rifat kepada Allah, tapi ma’rifat kepada jin dan syetan, serta hawa nafsunya sendiri, walaupun perilakunya kelihatan bagus dan lembut serta memilki dimensi ghoib yang tinggi misalnya. Tapi tipudaya itu bisa kelihatan lembut dan bisa kasar, bisa hebat dan bisa membuat orang tersihir.
Mungkin saja dia beralasan, saya juga menjalankan perintah shalat tetapi shalat saya berbeda dengan shalatnya orang awam yang lima waktu itu. Shalat saya adalah shalat hakikat tidak perlu berbunyi dan bergerak dan berkata-kata.
Nah, ia tidak menyadari betapa lemah dirinya. Orang ma’rifat kok merasa bisa shalat, ini jadi janggal. Sejak zaman Nabi sampai besok kiamat, teknis dan tata cara shalat tetap sama. Selama manusia masih memilki kesadaran ruang, waktu, dimensi, arah dan akalnya sehat, masih wajib shalat. Yang tidak wajib shalat orang gila, orang tidur, orang lupa, anak kecil yang belum baligh.
Oleh: Dr. KH. M. Luqman Hakim,Pimpinan Redaksi Majalah Cahaya Sufi , Sufiolog dan Pengajar Pesantren Ciganjur
Sumber : Konsultasi, Majalah Cahaya Sufi , Edisi 76, 2012