Betul memang Al Hafizh As Suyuthi rahmatullah 'alaihi berpendapat tentang keislaman kedua orang tua Nabi, akan tetapi hanya berpegang kepada pendapat Al Hafizh As Suyuthi semata dan mengintimidasi pendapat yang berseberangan dengannya dalam masalah ini adalah sebuah sikap yang dekat dengan keamatiran dalam ranah ilmiah, terlebih lagi masalah ini adalah masalah khilafiyah yang justru pendapat Al Hafizh As Suyuthi-lah yang lemah.
Lho siapa anda melemahkan pendapat Al Hafizh As Suyuthi ? Iya jelas saya bukan siapa-siapa, apalagi jika dibanding dengan Al Hafizh As Suyuthi rahmatullah 'alaihi.
Thayyib, saya akan membawakan perkataan Al Imam An Nawawi Asy Syafi'i rahmatullah 'alaihi dalam kitab beliau Syarah Shahih Muslim dalam perkara ini. Berhubung saya sedang malas mengetik tulisan beliau yang termaktub dalam kitab dengan tulisan Arab, maka saya mencukupkan untuk memfoto saja apa yang beliau katakan dalam masalah ini.
*Gambar pertama (terjemah matan dari Sahabat Anas) :
Dari Anas (bin Malik), bahwas ada seseorang bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, di manakah tempat ayahku (yang telah meninggal) sekarang berada?”
Beliau menjawab, “Di neraka.”
Ketika orang tersebut menyingkir berpaling, maka beliau memanggilnya lalu bersabda : “Sesungguhnya AYAHKU dan ayahmu DI NERAKA"
Al Imam An Nawawi rahmatullah 'alaihi mengomentari hadits ini : Dalam hadits ini terdapat penjelasan bahwa barang siapa yang MATI DIATAS KEKAFIRAN maka ia berada di neraka, tidak bermanfaat baginya kekerabatan. Dalam hadits ini juga terdapat penjelasan barang siapa yang mati dalam masa fatrah (masa jeda antara diutusnya dua nabi) dari kalangan orang Arab yang mereka menyembah berhala, maka ia adalah termasuk diantara penduduk neraka.... dst.
*Gambar kedua adalah penjelasan hadits Abu Hurairah yang beliau berkata : “Nabi pernah menziarahi kubur ibunya, lalu beliau menangis dan membuat orang yang berada di sampingnya juga turut menangis kemudian beliau bersabda, ‘Saya tadi meminta izin kepada Rabbku untuk memohon ampun baginya (ibunya) tetapi saya tidak diberi izin, dan saya meminta izin kepada-Nya untuk menziarahi kuburnya (ibunya) kemudian Allah memberiku izin. Berziarahlah karena (ziarah kubur) dapat mengingatkan kematian". Saya hanya menterjemahkan tulisan yang saya tandai dengan stabilo dan garis
Al Imam An Nawawi rahmatullah 'alaihi mengomentari hadits ini :
Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang diperkenankannya menziarahi MUSYRIKIN tatkala mereka hidup dan menziarahi kuburan mereka pada waktu mereka telah wafat. Karena jika diperkenankan menziarahi mereka setelah wafat, maka twroebih lagi mengunjungi mereka ketika masih hidup. Allah berfirman : "Dan pergauilah mereka berdua (kedua ortu) dengan baik". (Luqman : 15). Dalam hadits ini juga terdapat penjelasan larangan memohon ampunan untuk ORANG ORANG KAFIR. Al Qadhy 'Iyadh berkata : Sebab ziarahnya beliau ke kuburan Ibunda beliau ialah bahwa beliau bermaksud menguatkan nasihat dan peringatan dengan cara melihat langsung kuburannya.....dst.
Adapaun perkataan Abu Hurairah (maka Nabi menangis dan membuat orang orang disekitar beliau menjadi menangis), maka Al Qadhy mengomentari : Tangisan beliau karena beliau tidak mendapati Ibunda beliau mendapatkan hari hari setelah datangnya Islam dan beriman kepada beliau."
~selesai kutipan dari Syarah Shahih Muslim~
Maka perhatikanlah saudaraku ! Panutan dalam madzhab Syafi'i yaitu Al Imam An Nawawi dengan gamblang mengatakan bahwa kedua orang tua Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam mati dalam keadaan kafir, dan inilah pendapat para ulama lainnya
Hadanallahu wa iyyakum
oleh: Abu Hanifah Ibnu Yasin
___