REDAKSI Serambi Indonesia, Kamis (21/8) kemarin, menerima dua surat elektronik (email) berisi penjelasan dari pihak Salafi terhadap konferensi pers Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, terkait Fatwa Nomor 9 Tahun 2014.
(Klik disini: Fatwa MPU Aceh tentang Salafi.
(Klik disini: Fatwa MPU Aceh tentang Salafi.
Email pertama yang dikirim oleh Abu Zaid Nauval ini terdiri dari dua lampiran, berisi penjelasan Ilmiah terhadap Fatwa MPU Aceh Nomor 9 Tahun 2014, serta lampiran tentang surat permohonan tokoh masyarakat Pulo Raya kepada MPU Aceh untuk meninjau ulang fatwa tersebut.
(Klik disini: Penjelasan Ilmiah dan Surat Peninjauan Ulang)
Adapun “Penjelasan Ilmiah” terhadap fatwa MPU itu disusun oleh Ustadz Harits Abu Naufal, Ustadz Imam Abu Abdillah, Ustadz Adam Abu Rifky. Penjelasan ilmiah setebal 23 halaman yang dikirim dalam bentuk pdf itu, memuat penjelasan pihak Salafi terhadap fatwa MPU Nomor 9/2014.
Sementara surat permohonan peninjauan kembali fatwa tersebut, ditandatangani oleh Abdullah Hs (Ka. Tuha Peut), Tgk Riduan (Geuchik), dan Tgk Anwar M (Khatib Mesjid). Di antara pertimbangan permohonan ini adalah, “Fatwa MPU Nomor 9 Tahun 2014 bertentangan dengan Fatwa MPU Nomor 4 Tahun 2007 tentang pedoman identifikasi aliran sesat, yaitu ketentuan yang ada pada Bab IV mengenai kriteria aliran sesat.”
Dalam surat tersebut, perangkat Gampong Pulo Raya juga menjelaskan bahwa beberapa hal yang disebutkan dalam fatwa MPU Aceh itu, tidak pernah mereka dengar di dalam pengajian di Masjid Pulo Raya. Selain itu, mereka juga menilai, “fatwa ini berpotensi menimbulkan gejolak, bahkan bisa menimbulkan kericuhan di tengah masyarakat dikarenakan poin-poin dari fatwa tersebut menonjolkan hal-hal yang bersifat khilafiyah di masyarakat.”
Sementara email kedua yang juga dikirim oleh Abu Zaid Nauval dengan alamat (nauvalpally@yahoo.co.id) berisi klarifikasi terhadap konferensi pers MPU terkait Fatwa Nomor 9/2014.
Berikut lima klarifikasi dari pihak Salafi Aceh:
1. Apa yang MPU pahami tentang aqidah Salafi adalah keliru. Interpretasi MPU terhadap aqidah salafi tidaklah sesuai dengan yang salafi yakini sendiri, karena fatwa tersebut tidak dibangun di atas dialogisme. Artinya MPU tidak pernah memberikan ruang bagi kelompok Salafi untuk menjelaskan keyakinannya secara detail, dialog yang diadakan MPU sebelumnya hanya bersifat interogatif dan kesimpulannya diambil secara sepihak atau monologis.
2. Bahwa salafi meyakini Allah “hanya” di atas `Arasy, ini adalah tuduhan yang tidak benar. Salafi tidak pernah mengatakan bahwa Allah “hanya” di atas `Arasy, namun kita meyakini bahwa Allah tinggi di atas `Arasy sesuai dengan kemuliaannya dan tidak menyerupai makhluknya, dan tidak pula dibatasi oleh tempat, arah (jihat), dan waktu. (Lihat QS Al-an’am : 61, Q.S. Thaha : 5, dan QS As-syura : 11).
3. Pernyataan bahwa Salafi mengatakan bahwa Adam as. dan Idris as. bukan nabi dan bukan rasul, ini tidak benar. Kami meyakini bahwa Nabi Adam as. dam Nabi Idris as. adalah Nabi Allah dan utusan-Nya. Adapun terkait apakah Nabi Adam dan Idris adalah termasuk rasul atau bukan, maka di kalangan ulama ini terjadi khilafiyah, dan kami tidak keberatan untuk mengatakan bahwa Adam dan Idris juga termasuk sebagai rasul, hanya saja kita lebih cenderung meyakini bahwa Adam dan Idris hanyalah Nabi Allah.
4. Adapun masalah seperti Qunut Subuh, Zikir dan doa jamaah, serta maulid Nabi adalah masalah khilafiah. Kami yakini bahwa tidak ada dalil Alquran dan hadist shahih yang mensyariatkannya. Namun kita tidak pernah memaksa keyakinan kita kepada pihak lain, apalagi melarang orang lain untuk melaksanakan keyakinannya.
5. Kami berharap pihak MPU dapat mengadakan dialog secara terbuka yang benar-benar dialogis dengan pihak Salafi. Dan bila pihak MPU tidak bersedia, kami berharap pihak pemerintah daerah dapat turun tangan guna memfasilitasi kami untuk berdialog secara terbuka dengan MPU, agar kesalahpahaman MPU terhadap salafi dapat segera.