Tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini Aswaja dan Salafi memiliki kecenderungan untuk ‘berbenturan.’ Gesekan demi gesekan selalu ada. Bahkan gesekan itu dikompori oleh berbagai media, baik yang merasa media Islami ataupun yang mengaku media toleran. Seakan jalur silaturahim diantara Aswaja dan Salafi tidak didapatkan.
Keadaan ini pun menjadi kecemasan tersendiri. Maka salah satu visi dari ‘Banyu Teles’ adalah berusaha mempererat tali silaturahim antara temen-temen Aswaja dan temen-temen Salafi dengan segala persamaan dan perbedaannya.
Lalu benarkah tak bisa terjalin silaturahim?
Sungguh, kesempatan itu sangat ada. Tepat pada hari Rabu kemarin, seorang ustad Salafi bersilaturahim dengan ustad Aswaja. Bagaimana kejadiannya? Berikut penjelasannya sebagaimana dijelaskan sendiri oleh Muhammad Arifin dalam facebooknya tertanggal 17/9/15.
__
Kunjungan ke Gus Idrus Romli
Alhamdulillah; pada hari ini 2 Dzul Hijjah 1436 Hijriyah saya Muhammad Arifin Badri; bersama Ustadz Muhammad Yasir Lc dan juga Usta Nur Kholis Kurdian Lc. M.Th.i berkesempatan untuk bersilaturrahmi ke kediaman Gus Idrus Ramli.
Alhamdulillah dengan mudah kami menemukan kediaman beliau berkat pertolongan Allah Taala lalu petunjuk arah yang beliau berikan. Tiba di kediaman beliau di kecamatan Kencong Jember, pada sekitar pukul 15.30.
Kami langsung disambut oleh tuan rumah yaitu Gus Idrus Ramli yang segera mempersilahkan kami masuk dan duduk di rumah beliau.
Tanpa menunggu perkenalan atau lainnya; masyaAllah Gus Idrus segera menyuguhi kami dan salah satunya adalah hidangan favorit saya; secangkir kopi tubruk yang begitu berkesan dari lidah hingga ke lubuk hati.
Bukan sekedar minuman dan camilan; walaupun bukan jam makan; kami juga disuguhi makan nasi; berlaukkan lele; gule; dan sate; lengkap sudah.
Setelah beramah tamah dan memperkenalkan diri; kami membicarakan kondisi ummat yang akhir akhir ini sering diberitakan kurang harmonis dan seakan tidak bisa dipertemukan dalam nuansa ukhuwah.
Padahal realitanya tidaklah demikian, dari pertemuan kami dengan beliau yang berlangsung sekitar 1 jam 30 menit, kami dapat mencatatkan beberapa hal positif:
1. Selama ini Gus Idrus Ramli belum pernah berinisiatif untuk beredebat dengan seorangpun dari teman teman salafy atau yang sering disebut dengan wahaby. Yang terjadi beliau hanya memenuhi undangan pihak lain untuk menyampaikan ceramah atau diskusi/debat.
Pernyataan ini patut dicermati bersama; sebenarnya masalah yang terjadi adalah masalah lokal daerah tertentu yang kemudian melibatkan pihak luar.
Sebagai buktinya perdebatan serupa tidak terjadi di jember walaupun di jember ada STDI IMAM SYAFII dan ada pula pondok As Salafy binaan ust Luqman Baabduh.
Menurut beliau; apa untungnya perdebatan bila hanya untuk unjuk kekuatan atau memancing keributan masyarakat?
Yang lebih unik; walaupun perdebatan dengan salafy hanya dua kali namun demikian; perdebatan ini banyak diberitakan di media; terutama medsos.
Adapun perdebatan beliau dengan kelompok syi'ah yang begitu sering; jarang dimuat dan dibicarakan media termasuk medsos. Beliau sangat keheranan dengan hal ini; ada apa? Mungkinkah ada pihak pihak yang sengaja MENGADU DOMBA?
2. Beliau sepakat betapa pentingnya kita menjaga kesatuan dan ukhuwah sesama ummat Islam.
3. Beliau juga sependapat bahwa perbedaan pendapat adalah satu hal yang wajar dan tidak mungkin bisa dihindari karena telah terjadi sejak dahulu kala.
Namun demikian beliau menekankan pentingnya kedewasaan sikap dan sikap toleransi alias saling menghormati pihak lain dalam menjalankan pilihan dan keyakinannya.
4. Menghormati pendapat bukan berarti menutup rapat ruang untuk bermuzakarah (diskusi ilmiyah) antara para ahli ilmu, guna meningkatkan keilmuan dan bukan dalam rangka unjuk kekuatan dihadapan publik.
5. Kami memaparkan bahwa di kampus kami STDI IMAM SYAFII; kami mempelajari ilmu fiqih muqqaranah /perbandingan. Karena itu rujukan fiqih yang diajarkan di kampus adalah kitab Bidayatul Mujtahid karya Imam Ibnu Rusyud Al Hafizh, dan untuk ilmu ushul fiqih kami menggunakan kitab Raudhatu An Nazhir karya Imam Ibnu Qudamah yang merupakan ringkasan dari kitab Al Mustashfa karya Imam Ghozali As Syafii. Dan untuk ilmu tafsir; maka kami menggunakan Tafsir Ibnu Katsir as syafii.
6. Kami juga menyampaikan bahwa kunjungan semacam ini insyaAllah bukan hanya sekali saja namun kami akan berusaha melanjutkannya sehingga terwujud hubungan yang harmonis. Sebagaimana beliau juga mengutarakan minatnya untuk berkunjung ke kampus STDI IMAM SYAFII.
7. Adapun perbedaan yang ada antara praktek keagamaan yang ada di masyarakat dengan yang diamalkan dan diajarkan di STDI IMAM SYAFII adalah satu hal yang sudah dimaklumi bersama. Tidak ada manfaatnya bila kita menyibukkan diri dengan perbedaan perbedan itu dan melupakan sekian banyak persamaan yang ada. Kami sepakat untuk bercermin dengan apa yang terjadi dahulu pada Imam Syafii yang berguru kepada Imam Muhammad bin Hasan Al Hanafi sebagaimana beliau juga berguru kepada Imam Malik dan di saat yang sama beliau juga menjadi gurunya Imam Ahmad. Padahal antara mereka terjadi perbedaan yang cukup banyak, namun perbedaan perbedaan tersebut dapat dikelola dengan bijak sehingga suasana kondusif.
8. Kami juga berkomitmen untuk tidak saling mengusik dan menyinggung kegiatan pihak lain; demi terciptanya ukhuwah di tengah tengah ummat islam secara umum dan muslimin di Jember secara khusus.
Semoga kunjungan ini dapat menjadi sarana terciptanya persatuan dan kejayaan ummat Islam.
Amiin Ya Rabbal Alamin